Selasa, 08 Maret 2011

PUISI

PERTEMUAN

Pagi itu
Bersama nyanyi  burung
Tlah kubaca garis-garis pesonamu
Akan aku rangkum dalam lembar kehidupanku
Dan ketika larut tiba
Akan aku pahat sebuah nama
Dan akan selalu kukenang
Namun, jiwa ini seolah buta
Untuk menentukan huruf demi huruf
Agar menjadi sebuah nama  

                                                210406


Namamu Misteri Bagiku
Kala malam terlalu akrab dengan sunyi
Kala pekat menawarkan kesendirian
Kala semua terlalu akrab dengan mimpinya
Aku goreskan lagi penaku
Pada lembaran-lembaran kegelisahanku
Di sini,
Mulai kueja lagi huruf demi huruf
Untuk menjadi sebuah nama
Sungguh,
Namamu misteri bagiku
Andai saja kau sudi
Membuka misteri itu
Akan kutulis pada lembar kehidupanku
Dan akan selalu kusimpan dalam jiwaku
Sungguh,
Andai saja kau rela memberikan jawaban
Akan aku tulis dengan darahku
Dan akan menyatu dengan nafasku
Sungguh,
Namamu adalah misteri bagiku

                                                Sidoarjo, 9-9-2006


Bila Esok
Bila esok masih kautemukan
Goresan-goresan kata yang lugu
Janganlah risau
Sebab aku hanya ingin
Kau tahu perasaanku saat ini

Bila esok masih kautemukan
Kumpulan kata-kata
Dalam lembaran yang kumal
Janganlah kau marah
Sebab aku hanya ingin tahu
Sebuah nama yang kaumiliki

Bila esok masih kautemukan
Bait-bait syair
Yang mungkin tidak pantas untuk disebut syair
Janganlah kau muak
Sebab mungkin aku belum akan
Pernah berhenti menulis
Sebelum aku tahu
Siapa namamu

Sidoarjo, 9-9-2006


API DALAM JIWAKU
Api dalam jiwaku sudah terlalu berkobar  
Sulit untuk kupadamkan lagi
Mungkin
Aku adalah orang yang paling tolol
Hingga tak menyadari
Pesonamu telah membakar jiwaku
Setiap embun yang menetes
Seolah menyimpan senyummu
Yang mampu menyeka kegersangan hatiku
Dan setiap kupandang sekuntum bunga
Wajahmu menjelma di situ
Tersenyum manis
Memberikan sebuah harapan
Untuk bersama menyalakan api di jiwaku .
Api dalam jiwaku sudah terlalu berkobar
Dan mungkin tidak akan pernah padam

                                                210406

KAU DALAM JIWAKU

Kemarin, hari ini, dan esok sama saja
Seraut wajah yang mempesona
Melayang di otakku
Membius jiwaku
Hingga tak kusadari
Kau sudah terlalu jauh
Menyusup ke dalam jantungku
Mengalir bersama darah di tubuhku
Kau telah menyandrai jiwaku
Hingga setiap nafas yang kuhembuskan
adalah bagian dalam hidupmu

kemarin, hari ini, dan esok sama saja
diriku tetap mengharapkan
kau hadir di depanku
tersenyum membawakan segelas embun untukku

                                                                210406
Pesonamu
Bersama rintik hujan yang tiada henti
Bayangan wajahmu mulai kugambarkan
Dalam kanvas-kanvas penantianku
Dan akan kubingkai pada kesetiaan cintaku
Di situ,
Mulai kuabadikan
Senyummu yang mempesona
Begitu hangat menusuk jiwaku

                                                Sidoarjo, 9-9-2006

LEBIH DARI ENAM DASAWARSA
Telah lebih dari enam dasawarsa
Derap langkahmu
Dan pekik merdekamu
Masih terngiang di telingaku
Semangat yang pantang menyerah
Tlah kautanamkan ke jiwaku
Untuk terus menjaga ibu pertiwi

Telah lebih dari enam dasawarsa
Engkau membebaskan ibu pertiwi
Dari jerat kolonialisme

Namun kini,
Andai engkau menyaksikan
Ibu pertiwi yang tengah sakit
Engkau akan turut meneteskan air mata
Ibu pertiwi mungkin tengah terkena komplikasi
Kadang ia batuk-batuk
Dan menyemburkan asap panas
Kadang ia muntah-muntah
Dan tak bisa dihentikan
Hingga menenggelamkan kami
Kadang rambutnya terbakar
Tanpa tahu siapa yang membakar
Atau mungkin suhu badannya terlalu tinggi
Hingga membakar rambutnya sendiri
Kini, ibu pertiwi tengah rapuh
Mungkin ia sudah terlalu tua
Hingga rentan penyakit

Sungguh,
Kami sangat malu terhadapmu
Andai ada obat
Yang bisa membuat ibu pertiwi sembuh
Dan bisa membuatnya muda kembali
Akan kami cari dimana pun adanya
Kami tidak akan pernah peduli
Walau betapa besar rintangannya
Walau harus mengorbankan nyawa
Demi ibu pertiwi
Demi keutuhan negeri
Karna semangatmu tlah menyatu dalam jiwa kami

Sidoarjo, 9-9-2006


DIRIMU ADALAH KEMBANG

Dirimu adalah kembang
Yang siap menampakkan bunga-bunganya
Setiap yang menatap
Kan selalu mengagumi keindahannya
Dan semerbak harumnya
Mampu membius setiap orang yang menghirupnya

Dirimu adalah kembang
Yang harus terjaga oleh pagar kedewasaan
Rawat dan jagalah!
Jangan sampai layu
Oleh kumbang-kumbang bertopeng
Tetaplah menjadi eidelweis
Yang selalu mekar
Dalam keadaan bagaimanapun.

24-06-06


SANG IBU DAN ORANG BERDASI 
Anak-anak yang hidup di pinggir kota
Di bawah jalan tol antarkota
Masih tetap menampakkan senyum cerah
Dan seakan tanpa beban
Mereka terpanah melihat kemegahan kota
Mereka tak pernah sadar
Bahwa ibunya tengah merana
Seakan tak mampu
Menahan bising mesin-mesin di atas jalan tol
Ia terus meneteskan air mata
Banjir pun meluap di mana-mana
Sang anak tetap nggak mau peduli
Mereka anggap itu hal yang biasa

Dan saat ini,
Ketika datang orang berdasi untuk meminang ibunya
Sang anak bersuka ria
Mereka berjingkrak-jingkrak
Bagaikan anak yang dibelikan mainan oleh bapaknya
Mereka tidak tahu bahwa ibunya semakin merana
Dan penyakitnya semakin parah
Yang mereka tahu hanya uang yang berlimpah
Mereka menyerahkan sepenuhnya ibunya
Pada orang yang berdasi
Orang yang berdasi itu mengeksploitasi sang ibu
Penyakit sang ibu semakin kronis

Akhirnya, suatu hari
Sang ibu muntah-muntah
Mula-mula semuanya tenang-tenang saja
Dianggapnya itu hal yang biasa
Wajar baru menikah
Namun, setiap hari muntahnya tak kunjung berakhir
Frekuensinya semakin meningkat
Muntahannya semakin dasyat
Semua panik
Orang yang berdasi bingung
Sang ibu muntahnya semakin menjadi
Muntahan yang berhawa panas itu pun
Tak pernah berhenti keluar dari perutnya
Seakan tak pernah habis
Hingga menenggelamkan rumahnya
Anak-anaknya tambah bingung
Mereka mau bertahan di situ tapi tidak kuat
Di samping takut tenggelam mereka juga tidak tahan
Dengan bau gas yang keluar bersama muntahan sang ibu
Mau meninggalkan ibunya
Mereka takut dicap tidak setia oleh masyarakat

Sementara itu orang berdasi
Sudah lebih dulu mengamankan diri
Seolah ingin lepas dari masalah ini
Dan biar disangka tetap bertanggung jawab
Ia pura-pura mengajak anak-anak itu pindah
Ia mengiming-imingi anak-anak itu dengan segebok uang
Bagaikan anak kecil dikasih permen
Anak-anak itu pun nurut
Dan membiarkan ibunya muntah-muntah sendiri
Sampai kini

Sidoarjo, 13-09-2006

AKULAH MATAHARI DAN UDARA

Ada mentari yang sinarnya tersapu angin
Kehadirannya membawa kehangatan
Menawarkan kehidupan pada setiap mahluk
Dan angin yang berhembus
Tersenyum menawarkan kesejukan

Aku adalah matahari dan udara
Yang mencoba
Memberikan semangat pada kembang
Untuk memekarkan dirinya
Sidoarjo, 24-06-06

BAYANGMU SELALU ADA
DI HATIKU

Hari ini
Entah karena apa
Aku mulai menggambar dirimu
Melukis wajahmu
Dalam bayangan suram perjalananku
Dan ketika matahari mulai menyembuyikan wajahnya
Kegelisahanku semakin tak terbendung
Bayanganmu mulai menari-nari di depanku

Hari ini
Entah karena apa
Setiap kulihat  kau memberikan senyummu pada yang lain
Hatiku terasa ditusuk dengan beribu jarum

Hari ini
Entah karena apa
Aku ingin menyimpan
Bayangan wajahmu
Dan senyummu akan selalu
Untukku

                                                100306


KUCARI SEKUNTUM BUNGA
                                YANG PERNAH TUMBUH DI HATIKU

Bila esok matahari masih sudi menampakkan diri
Akan aku mulai kembali perjalanan ini
Mencari dan terus mencari
Sekuntum bunga yang pernah mekar di hatiku
Aku tak tahu
Kenapa bunga yang telah mekar di hatiku
Harus tercabut dan berganti dengan bunga yang lain

Andai aku dapat mengulang perjalanan ini
Tak kan aku biarkan
Bunga itu hilang dalam hatiku
Akan kurawat dan kusiram ia
Dengan embun kasih sayang
Agar wanginya selalu tercium
Dan mengiringi setiap lanngkahku

Andai bunga itu
Mau kembali tumbuh di hatiku
Akan kurangkai sebagai bunga terindah
Dan akan kumasukkan dalam bingkai kaca cintaku
Kuabadikan dalam jantungku
Dan harumnya,
Akan selalu menebar bersama nafasku.

Bila esok matahari masih sudi menemaniku
Akan aku cari bunga yang pernah ada di hatiku
Untuk kujadikan hiasan dalam setiap langkahku
Dan selalu menyatu dalam nafasku

                                                                100306

API DALAM JIWAMU
Mengalir ..................................
Menyeruai ......................................
Menghempas tembok-tembok peradaban
Aliran jiwamu yang congkak
Merayap, menyusup ke otakku tanpa suara
Kuraih kau
Ngilu tanganku, kakiku lumpuh
Mataku pedih
Jiwamu terlalu kering bagiku
Kau panas dan keras
Menguras daya
                                                040595

Layar Kehidupan

Layar kehidupan yang ada di depanmu
Bukanlah layer keabadian
Namun hanya sekadar tawaran
Bagi dirimu
Untuk menentukan langkah

                                                Surabaya, 220997

Luka
Karena kata tak bermata
                               
                                Surabaya,  220997


Perjalanan
Jalan lurus
Tiang listrik di dekatnya
Penuh tanda tanya

Surabaya,  220997


Tuhan Telah Menegurmu

Lewat semayup suara adzan
Tuhan telah memanggilmu
Untuk meninggalkan segala kepenatan
Memalingkan muka dari keangkuhan dunia
Bersujud dan menanggalkan beban di pundak

Lewat semayup suara adzan
Tuhan telah memanggilmu
Untuk membersihkan jiwa
Menghapuskan debu-debu yang melekat di hati kita
Menghadap dan menyembah keagungan-Nya

Lewat semayup suara adzan
Tuhan telah memanggilmu
Untuk menghentikan segala permainan
Mematikan keangkaramurkaan
Beristirah dan berteduh di bawah kaki-Nya

Lewat semayup suara adzan
Tuhan telah memanggilmu
Untuk melupakan semua hiburan
Memusuhi segala kemaksiatan
Bermunajat dan berharap segala rahmat-Nya
Lewat semayup suara adzan
Tuhan telah  memanggilmu
Untuk menyingkapkan selimut ditubuhmu
Meninggalkan kenikmatan mimpi-mimpimu
Bersuci  dan memanjatkan doa mengharap ridlo-Nya

Lewat semayup suara adzan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
Adakah kau dengar?


RAHASIA DIRIKU

Lihatlah panas matahari itu
Rasakan hangatnya
Bacalah maknanya
Di situ akan kau temukan
Diriku yang telanjang
Dan penuh luka pada mukaku
Mencoba menantang kehidupan

                                Surabaya, 17 Juni 1997

OBSESI JIWA
Embun yang berbaris di pucuk pepohonan itu
Mengantarkan kita untuk melangkah
Menyusuri lorong kesejatian
Yang bermuara pada lereng kasih sayang
Di situ
Akan kupetik bunga eidelweis
Kusuntingkan untukmu
Sebagai kenangan
Agar kita selalu dapat menyapa

Kamu pernah bertanya padaku
Untuk apa kita ke sini
Saat itu aku jawab
Bahwa hidup memiliki dua sisi
Satu saat mungkin kita akan tergelincir
Dan jatuh masuk jurang
Tapi lihatlah di atas sana
Di sana telah menanti
Pemandangan yang mungkin belum pernah kita saksikan
Kita akan membuat rumah di sana
Membangun taman
Menanaminya dengan bunga-bunga kasih sayang
Lalu kita akan saling menghias

                                                Bromo, 191097



GURATAN-GURATAN DI HATI

Kemana harus kusembunyikan
Guratan-ruratan itu cukup jelas
Untuk sebuah rahasia
Aku tak pernah mengerti
Mengapa guratan itu mesti ada
Sedangkan diri telah terlampau jauh
Mencoba memolesnya
Demi sebuah keindahan

                                                Surabaya,20 Des. 1996


SAJAK BUAT BAPAK DAN EMAK
Pak,
Aku cukup tahu, Pak
Di sana kau bekerja keras
Membenting tulang, Menjemur punggung
Demi bekal anakmu
Untuk mendapatkan permata yang kauinginkan
Sementara aku, anakmu,
Belum tahu pasti di mana permata itu berada
Aku belum tahu pasti
Mampukah perahuku terus melaju mencari permata itu
Sementara dayung yang kupegang
Makin lama makin rapuh

Mak,
Malam hari aku bangun, Mak
Aku sembahyang, Mak
Dan selalu memohon agar permata itu cepat aku dapati

Di kampung sana
Aku harap emak juga begitu
Selalu terjaga di malam hari
Dan selalu memohon pada Tuhan
Agar aku mampu mendapat permata-permata itu.
Kelak bila semua telah kudapat
Akan aku bawa pulang permata-permata itu
Dan akan aku bagi-bagikan
Untuk Emak
Untuk Bapak
Untuk saudara-saudaraku
Untuk masyarakat di sekitarku
Doakan Pak, Mak
                                                Ketintang, 20 November 1995



KEPADA YANG TERHORMAT ANGIN

Kepada yang terhormat angin
Dengan segala kerendahanku
Ijinkanlah aku belajar tentang kejujuran padamu
Bukan seperti mereka
Yang mengatakan harum pada atasan
Dan mengatakan busuk pada jelata

Kepada yang terhormat angin
Ajarkanlah aku untuk dapat bersuara
Tanpa harus menunjukkan wujudku
Sebab aku takut
Bila akuberbicara tentang kejujuran
Tubuhku akan dilindas

Kepada yang terhormat angin
Ajarkanlah padaku tentang
Bahasa diammu
Yang meskipun tanpa kata
Orang-orang  telah mengerti maksudnya

                                Surabaya, 16 Februari 1998


SENJA DI PINGGIR SUNGAI
DI BUMI PERKEMAHAN MONTONG

Hiruk pikuk suara permainan anak-anak
Di pinggir sungai Montong
Mereka begitu lepas
Mereka begitu dekat, akrab, dan bersahabat
Meski kadang saling serang
Aku termenung
Melihat keakraban mereka
Pikiranku melayang
Menembusi tembok-tembok kenanganku
Aku terseret dalam kenangan 12 tahun silam
Saat itu kita juga dekat dan akrab
Sangat akrab bahkan
Kita bermain air
Saling mengguyur, berkejar-kejaran
Dan pada akhirnya kita kecapaian
Lalu kita duduk berdua
Di atas sebongkah batu
Berbicara dari hati ke hati
Kicau burung dan gemercik air
Tak kuasa menganggu pembicaraan kita
Malah jadi ornament alam yang sangat mendukung
Kita terus berbincang
Sampai kita tidak sadar
Teman-teman telah kemballi ke tenda masing-masing
Kita tetap berdua
Di atas batu
Di tengah sungai
Menikmati lembutnya sentuhan air
Dan sejuknya hembusan angin
Saat itu begitu indah
Seindah sore ini
Tapi sayang
Kau tidak di sini
Bersama-sama menyaksikan potret kita berdua
Potret kita yang mungkin sengaja
Diabadikan oleh alam
Aku hanya bisa tersenyum sendiri
Sambil diam-diam kucari kamu
Di antara hiruk pikuk anak-anak
Aku berharap kau ada di antara mereka
Lalu tersenyum
Mengajakku bermain air di sungai
Seperti dulu
Lama sekali aku menatapi wajah demi wajah
Namun tak ada kau
Dimana kamu …..
Kenapa kau tak ada
Saat potret kita dihamparkan di depanku
Kenapa aku harus menyaksikan sendiri
Kenapa kau biarkan aku menapaki kenangan ini sendirian
Atau memang kau sudah tak peduli
Atau  mungkin
Kau sudah tak mengenali potret kita ini
Senja di pinggir kali
Di bumi perkemahan montong
Kini cukup indah
Sayang kau tak di sini menemaniku.

REINKARNASI
Telah lama kau tercabut dari hatiku
Melayang
Meninggalkan dahan yang telah bersemi
Dan jatuh entah dimana
Telah lama aku menutup
Bekas-bekas yang kau tinggalkan
Dengan embun kesetiaan
Yang menetes dari daun-daun kasihku
Hingga bekasmu telah sirna
Namun kini
Entah kenapa
Kau mulai tumbuh dengan warna berbeda
Begitu samar dan tak kuhiraukan
Meski hatiku sempat mengakui
Kau telah lahir kembali
Berdiri tepat di depanku
Namun aku selalu mencoba untuk menepisnya
Dan tanpa aku sadar
Kau terus tumbuh
Menancapkan akar di hatiku
Begitu kuat……
Perlahan tapi pasti
Kau muncul di depanku
Dengan warna dan aroma yang sama
Namun berbeda dalam penampilan
Kau lebih segar, lebih hidup, dan lebih punya harapan.
Kau tidak pantas ada di sini
Di hati yang telah mulai mengering dan tandus
Biarlah kucabut dan kutanam
Di taman kasih sayangku
Akan aku jaga dan kusiram selalu
Agar selalu mekar
Dan menjadi bunga yang paling indah
Hingga pesonamu akan mampu menghiasi hatiku
Memberikan kedamaian dalam langkahku
Kau akan selalu ada di hatiku
Namun bukan untukku

                                290808


PENIPU RAKYAT

Di sana sang berapi memuntahkan larva,
dan di sini hatimu hampa,
entah bagaimana bentuknya
karena apapun, toh kuyakin yang kau miliki tak berisi
serupa otakmu yang bolong
kebanyakan omong...
kosong...

semalam hujan tak berhenti,
entah apa kau masih kedinginan
di balik selimut kulitmu yang berlemak
menimbun onak...

yang pasti di sini mereka sampai membeku
diguyur hujan airmata
yang membasahi bumi ibuku...
kehilangan sanak famili,
sementara kalian sibuk bersafari...

sepertinya kemarau memang sedang bersembunyi,
entah ia memilih sungai atau lorong yang sepi?
karena tak kutemuinya beberapa pekan ini

saat gunung-gunung bergolak,
saat darah dalam tubuh menggelegak,
melihat tingkah mereka yang kocak,,
justru rinai menambah duka
yang merajalela bersama larva
dan banjir nestapa
yang entah kapan ujungnya...

aku ingin mengerti mengapa begitu banyak keganjilan
dalam runtutan adegan kesedihan,
namun bahkan mereka yang tak merasa berdosa pun
tak sanggup memberiku jawaban

apakah aku harus bertanya pada para  pendusta
yang membusungkan dada
dengan kepala bercula dua,
yang menutup mata
melenggang di negeri tetangga?

bahkan mungkin mereka tak pernah membaca
berita tentang datangnya sangkakala
yang akan nyaring terdengar di akhir dunia
apakah suaranya masih bertalu?
bagi mereka yang kupingnya tlah dungu?

adakah benar mereka akan diterbangkan serupa anai-anai..??
sehingga kini masih dibiarkan terbuai?
dan Tuhan tidak akan menutup mata
bagi mereka yang buta

dan biarlah kini,,,
puaslah diri,,,
sombongkanlah hati,,,
busungkan dada tinggi-tinggi,,,

toh neraka konon tercipta begitu luasnya,,
sebagai pengganti
jika kelak kantormu kan miring beberapa senti
atau sampai tak muat lagi...
datang saja,,,
datang saja...






HIDUPKU
Hidupnya hidupmu tak kumengerti
Hingga hidupku pun tak kau tahu
Walau ku tahu kau ingin tahu hidupku
Kau dan aku tak hidup satu kehidupan

                                                Surabaya, 17 Juni 1997


KEMBALIKAN PADA KEYAKINANMU
Tlah kubaca jeritan hatimu
Lewat sinar yang terpancar di matamu
Jeritan itu teramat pedih
Menggores perasaanku

Tlah kurasakan getar kegelisahanmu
Lewat senyum yang kau kulum di bibirmu
Getaran hatimu begitu keras
Hingga tak mampu terbendung
Dan keluar bersama senyummu

Tlah kupahami kusutnya anyaman akalmu
Yang terlukis dalam gerak langkahmu
Hingga tanpa sadar
Hidupmu terlalu jauh menyimpang.
Maka,
Cobalah tengok ke belakang
Bacalah jejakmu
Pilih dan tentukan
Ke arah mana kau melangkah
Ke situlah keinginan hatimu.

                                Surabaya, 22 September 1998



NASKAH SEORANG MUSYAFIR
YANG MENGGANTUNGKAN TONGKATNYA             
Kusimpan naskah ini
Untuk adikku yang akan lahir
Mungkin dengan naskah ini
Ia akan mengerti dunia seorang musyafir
                                                                170997/08.05
                                                                Ketintang, 17 Sep 1997



AIR MATA BURUNG YANG TAK BERDAYA
Sayap burung yang bertengger di atas kita itu
Telah lama patah
Ia meneteskan air matanya
Dan tanpa sadar kita telah tenggelam
Dalam lautan air matanya
Namun kita malah terbahak dan membuat luka lain
Di tubuhnya.

                                                Surabaya, 17 September 1997

BILA AKU MENEGURMU ADIKKU
 Bila aku menegurmu adikku
Tak usah kau mengeluh
Sebab itu akan membuat kau semakin dewasa
Bila aku menegurmu adikku
Tak perlu kau kecewa
Sebab aku hanya ingin kau melangkah
Bila aku menegurmu adikku
Tak perlu kau menyesal
Sebab pelajaran hidup bermula dari situ
Langkahkan kakimu
Gerakkan jemarimu
Tak kau lihatkah mentari pagi yang bersinar cemerlang
Memberi harapan baru bagi kita?
Bila aku menegurmu adikku
Bukannya aku memarahimu
Ini sapaan sayang
Jawablah dengan kasih
Karena persaudaraan tidak pernah ada
Tanpa adanya kasih sayang
                                                Sidoarjo, 30 Februari 2000

LAMUNAN
Satu lagi pertanyaan
Yang berhasil menyusup dalam benakku
Mampukah tumpukan buku-buku
Di atas meja belajarku dan deretan buku
Di almariku memenuhi otakku
Atau bahkan akan menjadi
Penyumbat jalannya pikirku?
: Andai dapat kuubah buku itu menjadi cairan ilmu
   Akan kumasukkan lewat ubun-ubunku
                                                                Ketintang, 8 Des.1996


SUARA

Terdengar lagi olehku
Suara-suara itu jauh di bawah sadarku
Memanggil-manggil penuh belas kasih
Menyayat dan memilukan
Suara yang pernah kudengar
Ratusan tahun lalu
Kini datang lagi dengan nada yang berbeda
Dengan suara yang berat menahan derita
: Ini karena tangan saudaramu
                                                                Ketintang, 8 Des 1996


BALADA SI TUA
Dalam keramaian pasar
Di bawah terik matahari
Si tua bertubuh kurus
Penuh borok di mukanya
Matanya buta pula
Berjalan dengan tonngkat tanpa alas kaki
Ia terbawa oleh sesak arus manusia
Ia berjalan sempoyongan tanpa tujuan
Sesekali ia terhuyung, terdesak orang disekitarnya
Ia berusaha menepi dan keluar
Dari arus yang membingungkan itu
Namun usahanya sia-sia
Ia terjatuh, terinjak, tongkatnya hilang
Ia meronta, orang lain acuh
Aku mendekati dan menolongnya
Namun gelobang manusia itu menghalangi langkahku
Aku terus mencoba mendekatinya
Dengan susah payah
Aku sampai
Tapi yang kutemui tinggal tubuh
Yang tak bergerak
Aku hanya bisa bergumam
: Kasihan si tua yang lemah
  berada di tempat yang keras seperti ini
                                                                Surabaya, 8 Des 1996


JARUM-JARUM SETAN
Bermilyar jarum-jarum setan
Menghujam perut bumi
Terdengar suara menjerit bersautan
Pilu
Air mata mengalir pada sela-sela tubuhnya
Di antara bulu-bulunya
Darah pun tak terbendung lagi
Mengalir
Hingga sampai ke sungai
Berubah malapetaka

Jarum-jarum setan itu
Kini pun menghujam tubuhku
Ngilu, pedih, menyayat
Lukaku semakin menganga
Oh ……
Jarum-jarum itu masuk ke tubuh
Menyayat-nyayat jantungku
Jantungku kini tak bergerak
Kaku …….
                                100397



MARRY CRISTMAST AND HAPPY NEW YEAR
Buat Dian di Kediri
Gerimis yang menggigil di bulan Desember
Buknlah lambang hati yang kelam
Namun semata
Rahmat Tuhan yang diturunkan-Nya
Lewat Natal
Bersama gerimis itu pula
Ingin aku merangkaikan kata
Buat kau
Dan akan selalu terkenang
Saat salju mulai turun di akhir tahun
: Marry cristmast and happy new year

                                                Kediri, 1 Desember 1997



GERIMIS DESEMBER
                                                Buat Dian Kediri

Di sini
Mulai kugambarkan
Bayangan wajahmu yang elok
Tersenyum di bawah pohon natal
Dan jiwamu yang polos
Mulai membangun harapan
Bersama salju kapas putih
Saat ini,
Bersama gerimis Desember ini
Kuuntaikan kata-kata dalam bait syair
: marry christmast and happy new year for you

                                                                Kediri, 1 Desember 1997



CINTA
Terlukis di sinar matahari
Yang selalu berseri
Tergantung di wajah rembulan
Yang tak pernah muram
Terbungkus dalam lembar kehidupan
Yang selalu tersimpan
Terpotret di dalam hati
Yang tak pernah mati
Cinta, selalu hidup walau tubuh telah hancur
                                                Perjalanan ke lombok 170997/08.07


KUTABUH GAMELAN ITU
SAAT HATIKU HAMPA
Kutabuh gamelan itu
Bagai air laut yang tertiup angin
Suaranya mengalun
Mengisi kehampaan hati
Walau sempat aku bertanya
Gamelan itu kutabuh karena apa?
                                                Perjalanan ke Lombok 170997/07.58



Kumbang Pencari Keindahan

Kaulah kumbang pencari keindahan
Terbang kesana kemari
Hinggap pada kuncup mawar
Ia tahu mawar belum mekar
Namun ia tetap hinggap di situ
Menanti keindahan dari Sang mawar

Dan, saat ia menanti
Di sampingnya ada melati yang sedang mekar
Ia tertarik
Ia terbang dan hinggap pada melati yang sedang mekar
Tak lama melati pun layu
Mawar yang tadi masih menguncup
Kini mulai mekar
Kumbang tak bergairah lagi pada melati
Ia melirik mawar
Mawar semakin merekah
Seolah ingin menggoda Sang kumbang
Kumbang pun tak tahan
Ia terbang dan hinggap
Pada mawar yang pernah ditinggalkan
Melati kini merana
Kumbang tak akan pernah peduli
Karma ia sang pencari keindahan

                                Sidoarjo, 140206



SYAIR PENGAMPUNAN

Tuhanku
Tidaklah aku pantas
Jika aku  menjadi  penghuni surga firdaus
Pun tidaklah kuat
Jika aku kau campakkan
Ke dalam neraka jahim.

Maka ampunilah kesalahanku
Berikan petunjuk-Mu
Terangilah gelap jalanku
Berikan cahaya suci  ruh-Mu
Kuatkanlah iman di hatiku.

Tuhanku
Dosaku kian hari kian bertambah
Laksana butiran – butiran pasir di lautan
Laksana bukit dan pegunungan
Sementara umurku kian berkurang

Maka terimalah taubatku

Tuhanku
Tidaklah aku kuat menghadapi maut
Tanpa rahmat dan lindungan-Mu
Tidaklah aku ikhlas menjalani
Segala coba-Mu
Bila tanpa karunia-Mu

Tuhanku
Lalaiku bagai bintang – bintang
Di langit
Berjuta – juta bahkan bermilyar – milyar
Laksana gerai rambut
Banyak pula kesombonganku

Maka berikan pengampunan
Padaku
Kuatkan jiwa lemahku
Berikan cinta-Mu yang kudus di hatiku




TIDAK ADA YANG DAPAT AKU BERIKAN

Tidak ada yang dapat aku berikan padamu sayang
Hanya cerita tentang bukit
Agar kamu memahami
Betapa hidup penuh perjuangan
Tidak ada yang dapat aku berikan padamu sayang
Hanya cerita tentang laut
Agar kamu dapat memahami
Betapa hidup penuh kesejukan
Tidak  ada yang dapat aku berikan padamu sayang
Hanya cerita tentang padang rumput
Agar kamu dapat memahami
Betapa hidup penuh cinta kasih
Tidak ada yang dapat aku berikan padamu sayang
Hanya cerita tentang kehidupan
Agar kamu dapat memahami
Betapa kamu perlu tahu hidupku


MALAM INI

Malam ini
Aku datang
Mencoba mengetuk pintumu
Malam ini
Ingin kubacakan sebait syair
Yang kutulis pada lembaran hati yang gersang
Mengharap siraman jari-jari lentikmu
Malam ini
Ingin aku mengajakmu berbincang
Tentang kita dan kehidupan
Agar kita tidak pernah lupa
Tentang hidup yang kita impikan
Malam ini
Dengan segala kepolosanku
Ingin aku katakan
Kau dan aku harus selalu bersama
Membangun benteng
Membuat pagar
Menghias rumah dengan bunga-bunga
Menjadikan istana bagi kita
Malam ini
Adalah malam keinginanku untuk bertemu


BILA ESOK

Bila esok
Matahari enggan menyapamu
Jangan kau bersedih
Karna itu bukan berarti
Dia tidak merindukanmu
Bila esok
Mendung masih menyelimuti cakrawala
Tak usah hatimu murung
Karna itu bukan berarti
Dia ingin menghalangimu
Bila esok
Angin tak mau bicara tentangku
Janganlah kau marah
Sebab aku hanya ingin tahu
Sampai di mana kau mampu menahan rindu


MENCARI

Aku mencari senyummu
Di dalam bayang yang mengikuti
Langkahmu
Langkahku tertati menanti angin kesegaran
Tertiup dari kedua bibirmu
Bibir manis, bibir mungil, bibir harum, bibir sang betinaku
Ku raba-raba ragaku raguku diriku  dapatkan dirimu
Musuhku sekarang karang mengeras mengangkang
Menghalangi langkahku mendekatimu


BAHASA DIAMKU

Ketika angin mengetuk dinding kamarku
Ketika pekat menyelimuti langitku
Ketika sunyi memojokkanku dalam kesendirian
Aku lantunkan namamu
Pada gumpalan-gumpalan kerinduan
Aku lukiskan wajahmu
Pada kanvas-kanvas kesepianku
Aku tuangkan sahdu lagumu
Pada gelas-gelas kegelisahanku
Akan kupeluk kau dalam tidurku
Dan andai kau tahu bahasa diamku
Akan mengerti kau tentang isyarat angin
Yang membawa kegundahanku
Kegundahan anak manusia
Dalam bahasa diam

PINTU
Sebenarnya, aku tak pernah memintamu mengetuk pintu
daun telingaku terlalu peka,
dan nuraniku bukan batu
yang  hanya akan bergeming saja?
Aku tak pernah memintamu masuk ke pelataran,
 lantaran,
 sudah kubuntu rapat seluruh jalan
 Namun kau masih memaksa
 meski kau pun tlah saksikan bagaimana
 aku menutup daun jendela.

Sebenarnya, aku tak berkenan menerima tamu,
siapapun,
 karena hatiku sedang tiduur,
dan suara pintu diketuk terlalu menarik
 bagi hatiku yang tergelitik.

Lantas, apa kemudian jadi salahku,
 jika kubuka segenap pintu,
meski kutahu telah reyot dan berdebu?
Bukankah dirimu pun tahu?
Mengapa masih pula mengetuknya?

Pergilah, jika memang tak jadi masuk...
Karena akan kembali kututup segala pintu dan jendela...
Dan kelak jika kau rindu,
 Loncat saja...

DALAM CINTA SEGALANYA BERUBAH RUPA

Tak perlu mengingkari perang
Karena aku telah tertawan
Dalam tenggorokan yang seakan tersumbat

Aku tak tahu apakah pesonanya yang memikat
Atau akalku yang tidak lagi ada di tempat

Kebahagiaan hatiku hari ini menjadi  derita
Terikat dan terbelenggu karenanya

Nasihat dari siapapun tidak akan berguna
Karena cinta bukan semacam limpahan air yang dapat dibendung seseorang
Karena cinta adalah penyakit yang menyusup, memperbudak dan menguasai secara paksa
Dengan begitu cinta adalah bagian dari kegilaan
Karena dia mampu menutupi akal

Cinta hidup,  berjiwa , bagai obor  layaknya
Demi cinta yang melahap , menjilat – jilat  darah ini
Darah di piring  anjing – anjing cinta
Karena dalam cinta segalanya berubah rupa

Namun cinta bukan karena keindahan yang tampak di mata
Tapi karena yang menyatukan hati  dan jiwa
Tiada seorang yang berpegang pada pikiran akan tahu pesona yang melambungkan hati mereka
Yang terbebas dari ikatan pikir
Karena ternyata jalan – jalan ruh ditubuhku telah diselusupi cinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar